Sabtu, 29 November 2014

Contoh Kasus Kejahatan Korporasi

A. Latar Belakang

Dalam perkembangan perekonomian sekarang ini, pelaku kejahatan tidak hanya dilakukan oleh manusia sebagai subyek hukum, tapi juga dilakukan oleh korporasi. Didalam perkembangan korporasi tidak sekedar sebagai subyek hukum perdata, namun telah bergeser menjadi subyek hukum pidana. Pemikiran mengenai kejahatan korporasi menimbulkan pro dan kontra dikalangan ahli hukum. Dalam pidana ada doktrin yang berkembang yaitu doktrin universitas delinquere non potest (korporasi tidak mungkin melakukan tidak pidana). Pemikiran ini dipengaruhi, bahwa keberadaan korporasi didalam hukum pidana hanyalah fiksi hukum tidak mempunyai mind, sehingga tidak mempunyai suatu nilai moral yang disyaratkan untuk dapat dipersalahkan secara pidana (unsure kesalahan).

Bentuk dan modus operansi kejahatan ekonomi dan kejahatan dibidang perekonomian terus berkembang, misalnya saja dari modus perorangan beralih kepada modus kejahatan korporasi. Kejahatan korporasi merupakan istilah dan pengertian baru dalam system hukum pidana, memang tidak ada istilah baku dan tetap dari makna kejahatan korporasi ini. Dalam arti gramatikal kejahatan korporasi merupakan pelanggaran atau tidak pidana yang dilakukan oleh korporasi yang tentunya berkaitan dengan keperdataan, artinya hubungan yang menimbulkan tidak pidana itu adalah perbuatan perdata. Lebih luas lagi dikatakan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh korporasi merupakan bagian dari white collar crime.

B. Kejahatan Ekonomi Sebagai White Collar Crime

Istilah WCC ini pertama kali dikemukakan oleh seorang kriminolog Amerika Serikat yang bernama Edwin Hardin Sutherland (1883-1950) di awal dekade 1940-an yang dikemukakan dalam suatu pidato tanggal 27 Desember 1939 pada The American Sociological Society di Philadelphia. Kemudian Sutherland menerbitkan buku yang berjudul White Collar Crime pada Tahun 1949. Sutherland merumuskan WCC sebagai kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan sosial yang tinggi dan terhormat dalam pekerjaannya (crime committed by persons of respectability ang high social status in the course of their occupation).

Istilah WCC memiliki pesan moral dan politik yang nampak dari dua elemen yaitu status pelaku (status of the offender) dan kedua, kejahatan tersebut berkaitan dengan karakter pekerjaan atau jabatan tertentu (the occupation of character of the offence). Dua elemen inilah yang membedakannya dari Blue Collar Crime. Dalam bukunya yang berjudul White Collar Crime Sutherland menjelaskan bahwa istilah WCC ini terutama digunakan untuk menunjuk kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh para pengusaha dan pejabat-pejabat eksekutif yang merugikan kepentingan umum.

Ada beberapa pengelompokan WCC di antaranya adalah sebagai berikut : pertama, WCC yang bersifat individual, berskala kecil dan modus operandi yang sederhana. Sebagai contoh di Indonesia adalah dalam kasus BLBI, di mana dana yang seharusnya diperuntukan bagi bank miliknya yang sedang kesulitan likuiditas justru untuk kepentingan pribadi. Kedua,.WCC yang bersifat individual, berskala besar dengan modus operandi yang kompleks. WCC seperti ini biasanya memakai pola yang sistematis dengan perencanaan dan pelaksanaan yang bisa memakan waktu yang cukup lama. Ini bisa dalam bentuk berbagai kolusi dengan ahli-ahli tertentu atau dengan orang dalam perusahaan tertentu. Ketiga,WCC yang melibatkan korporasi. Pelaku WCC adakalanya bukan individu tetapi sebuah korporasi sehingga kita mengenal istilah kejahatan korporasi (corporate crime).

Kejahatan Korporasi (tindak pidana ekonomi ataupun tindak pidana dibidang perekonomian) merupakan bagian dari white collar crime. Para pelakunya memiliki:

· Keahlian dibidang tertentu

· Professional pada bidang pekerjaannya

· Berstatus social yang dihormati

· Berpendidikan tinggi dan,

· Dalam melakukan aksinya tidak dengan menggunakan kekerasan

Perkembangan white collar crime di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan dimana banyak kasus yang diduga sebagai tidak pidana korupsi tidak dapat dilakukan penyidikannya oleh Jaksa, Polri ataupun KPK dengan hasil yang memuaskan/tuntas. Hal ini terjadi karena tidak adanya bentuk modus operansi yang tetap dari tidak pidana tersebut, juga karena seringnya penyidik mengalami hambatan dalam menembus rumitnya birokrasi. Pengalaman penyidik dalam menangani kasus-kasus semacam ini mencari berkurang yang menyebabkan pendangkalan penalaran secara praktis (hanya tertarik dan terpaku kepada kejahatan konvensional saja). Pada saat ini bentuk white collar crime di Indonesia sebagai bagian dari kejahatan dimensi baru yang tidak hanyak korupsi, tetapi sudah berkembang kesegala penjuru arah. Faktor penyebab utama atau pendorong terjadinya kejahatan ini adalah:

· Sikap manusia yang negative

· Adanya celah-celah kelemahan dalam perUUan dan administrasi negara/perusahaan

· Keadaan hukum yang belum mampu menjangkau secara sempurna terhadap jenis kriminalitas ini.

· Untuk mengupayakan aparat penegak hukum polri dalam menangani kasus kejahatan kerah putih, yakni diperlukan subsistem kepolisian dari criminal justice system memiliki suatu equality arms yang merupakan cerminan dari persyaratan adanya penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia (HAM)

Kejahatan ekonomi merupakan:

· Kejahatan yang dilakukan tanpa kekerasan (nonviolent)

· Disertai dengan kecurangan (deceit)

· Penyesatan (misprecentation)

· Penyembunyian kenyataan (concealment of facts)

· Manipulasi

· Pelanggaran kepercayaan (breach of trust)

· Akal-akalan (subterfuge) ayau pengelakan terhadap peraturan (illegal circumstances).


C. Contoh Kasus Kejahatan Korporasi

Kasus Mobil Ford PINTO
Ford Pinto adalah mobil yang diproduksi oleh perusahaan Ford. Desainer Ford Pinto menempatkan tangki bahan bakar di bagian belakang mobil, di bagian belakang poros. Hal ini dilakukan untuk menciptakan ruang bagasi yang lebih besar. Desain ini sangat berbahaya, jika mobil ditabrak dari belakang bisa menyebabkan ledakan yang disebabkan tangki bahan bakar. Tempat tangki bahan bakar bisa dilihat pada Gambar Desain Ford Pinto.







Gambar Desain Ford Pinto

Pada tanggal 10 Agustus 1978, sebuah Ford Pinto ditabrak dari belakang di jalan raya Indiana. Hantaman tabrakan itu menyebabkan tangki bahan bakar Pinto pecah, meledak dan terbakar. Hal ini mengakibatkan kematian tiga remaja putri yang berada di dalam mobil itu. Kejadian ini bukan pertama kalinya Pint terbakar akibat tabrakan dari belakang. Dalam tujuh tahun sejak peluncuran Pinto, sudah ada 50 tuntutan hukum yang berhubungan dengan tabrakan dari belakang. Meskupun demikian, kali ini Ford dituntut di pengadilan criminal akibat penumpangnya tewas. Untuk kasus ini, desainer dan pihak Ford secara keseluruhan tidak memikirkan dampak berbahaya yang bisa terjadi. Desain dari mobil Ford Pinto tidak memikirkan aspek keamanan dan keselamatan nyawa pengemudi dan penumpangnya.

Dilema yang dihadapi para desainer yang mengerjakan Pinto adalah menyeimbangkan keselamatan orang yang mengendarai mobil dan kebutuhan untuk memproduksi Pinto dengan harga yang dapat bersaing di pasar. Mereka harus berusaha menyeimbangkan tugas mereka kepada public dan tugas mereka kepada atasan. Akhirnya usaha Ford untuk menghemat beberapa dolar dalam biaya manufaktur mengakibatkan pengeluaran jutaan dolar untuk membela diri dari tuntutan hukum dan membayar ganti rugi korban. Tentu saja ada juga kerugian akibat hilangnya penjualan akibat publisitas buruk dan persepsi publik bahwa Ford tidak merancang produknya untuk keamanan pengendara.Semua menjadi dilemma. Karena sangat sulit kalau sebuah institusi lebih mengutamakan laba perusahaan daripada nyawa manusia.

Pada awalnya desain yang berbahaya ini telah diketahui oleh perusahaan Ford sebelum mobil Ford Pinto dipasarkan, namun Ford lebih memilih untuk membayar biaya ganti rugi kematian daripada mendesain ulang tangki bahan bakar, karena dirasa akan membutuhkan biaya yang lebih besar untuk mendesain ulang tangki bahan bakar.

Etika Bisnis
Etika bisnis berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan pelaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, serta diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.

Analisis Kasus Ford Pinto
Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukkan bahwa etika konsistem dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan. Jika perusahaan Ford memperhatikan keselamatan pengendara dalam produksi Ford Pinto, perusahaan Ford tidak akan mengeluarkan biaya tambahan untuk memberikan ganti rugi pada korban kecelakaan. Dalam pengerjaan teknis perancangan dan pembuatan sebuah mobil Ford Pinto, terjadi juga pelanggaran kode etik seorang insinyur/engineer yaitu

… membuat keputusan yang konsistem terhadap keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan public, serta menghindari sekaligus menyungkap faktor-faktor yang membahayakan public dan lingkungan.

Sebagai seorang wirausaha hendaknya menerapkan etika saat berusaha. Dalam bidang otomotif ada etika engineering dan etika bisnis yang mengikat dan harus ditaati. Kejayaan suatu perusahaan besar dituntut dari hal-hal seperti kepercayaan, nama baik perusahaan, produk yang berkualitas, dan tentunya ketahanan terhadap persaingan dengan kompetitor. Dalam kasus Ford Pinto, keputusan bisnis yang dibuat untuk memenangkan persaingan dengan kompetitor telah mengabaikan kepercayaan, nama baik perusahaan, kualitas produk dengan mengabaikan etika-etika dasar yang harusnya ditaati.

Kasus Ford Pinto tidak akan terjadi jika kebijakan bisnis untuk mendapatkan laba yang lebih besar dengan mengorbankan keamanan tidak diambil oleh Ford. Kepercayaan konsumen terhadap sebuah produk bisnis sangatlah penting, karena menjadi poin dasar dalam penentuan pemasaran produk dan keberlangsungan sebuah perusahaan. Ford akhirnya menarik ulang Pinto dan membayar denda tapi lolos dari kasus tuduhan Kriminal. Tidak ada seorang manajer Ford pun yang masuk penjara dalam kasus ini.

Daftar Pustaka

http://www.scribd.com/doc/98305062/Iman-Tugas

http://otomotif-10.blogspot.com/2011/10/kasus-ford-pinto.html

http://salimtidore.blogspot.com/2013/05/kejahatan-korporasi.html

http://books.google.co.id/

Senin, 24 November 2014

Pelanggaran Etika Tata


Pelanggaran Etika Bisnis
 
Etika dalam berbisnis, saat ini harus segera mendapat perhatian serius, seiring dengan munculnya masalah pelanggaran etika dalam bisnis menyebabkan dunia perdagangan agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik, terlebih jati diri kita sebagai orang timur.
Etika dan tanggung jawab sosial harus dimiliki di dalam sebuah bisnis yang baik serta harus memiliki sesuai dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro. Dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara, bahkan tindakan yang identik dengan kriminalpun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan.

Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.

Bisnis pun sebagai bagian dalam masyarakat tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan tersebut membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnis, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.

Etika (dari bahasa Yunani “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.

Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggungjawab. Kata ‘etika’ berasal dari kata Yunani ethos yang mengandung arti yang cukup luas yaitu, tempat yang biasa ditinggali, kandang, padang rumput, kebiasaan, adab, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir.

Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.


Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing.Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.

Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.

Kita dapat belajar dari kasus Tata Nano, salah satu mobil termurah di dunia keluaran Tata Motor, produsen otomotif yang bermarkas di India. Pasar sasaran yang dibidik adalah konsumen menengah ke bawah serta orang-orang yang membeli mobil untuk pertama kalinya. Tata Nano adalah wujud dari impian Ratan Tata, Chairman Tata Group, akan hadirnya mobil rakyat yang terjangkau dan ramah lingkungan.
Guna mengurangi biaya, dilakukanlah penyesuaian terhadap fitur-fitur yang lazim terdapat pada mobil-mobil konvensional.

Apa yang sudah dikeluarkan oleh Tata Motor merupakan salah satu alternatif kendaraan murah di Indonesia.
Namun, ada beberapa faktor di dalam produksi Tata Motor sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan bagi sebagai perusahaan komponen mobil lainnya di Indonesia.
Mungkin bagi perusahaan besar seperti Toyota, Mitsubihi, Honda dan Suzuki bisa melakukan inovasi lain untuk melakukan penetrasi terhadap produk keluaran Tata Motor, tetapi tidak bisa serta merta dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang mensuplai komponen-komponen dalam pembuatan mobil.
Seperti perusahaan Rem, Roda dan Ban, Setir, Suspensi, Perlengkapan Interior (misalnya AC, Kaca, dll).





Bagi Tata Motor sebaiknya memperbaiki etika dalam berbisnis, harus bisa melakukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan komponen mobil yang ada di Indonesia.
Sehingga lebih banyak lagi bentuk kerjasama yang lebih bermanfaat dengan banyak perusahaan penyedia komponen-komponen tersebut.


Pelanggan pastilah akan membanding-bandingkan produk keluaran baru dengan produk sejenis yang sudah beredar sebelumnya, apalagi dengan membandingkan harga mobil Tata Motor, dengan varian yang baru Tata Nano dengan harga yang jauh lebih murah daripada mobil-mobil yang sudah beredar Indonesia.
Guna mengatasi hal ini, diferensiasi menjadi kunci, baik dalam hal harga, kualitas, fitur-fitur fungsional dan tambahan, desain, promosi, periklanan, layanan, dan ketersediaan (seperti lokasi dan waktu). Dengan melakukan diferensiasi, sang wirausahawan mengubah atau memodifikasi produk yang lebih dulu ada untuk disesuaikan dengan kebutuhan pasar sasaran, misalnya dengan menambahkan fitur-fitur tertentu guna memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pelanggan serta membedakannya dari produk sejenis yang telah ada sebelumnya.
Yang baru kita pelajari pada kasus Tata Motor, masalah yang terjadi dikarenakan kurangnya kontrol dari pemerintah terhadap persaingan usaha yang sehat. Terutama bagi perusahaan ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merk), mengapa perusahaan seperti Tata Motor mampu menghadirkan mobil dengan harga jauh lebih murah?.
Semua dikembalikan kepada pemerintah sebagai pengatur regulasi bisnis di Indonesia. Dengan tetap memperhatikan persaingan yang sehat di semua bisnis.


Saran
Pertama, dari sudut pandang kepuasan pelanggan, etika bisnis yang dilakukan oleh Tata Motor merupakan alternatif yang bagus dan sangat membantu ekonomi masyarakat Indonesia yang menginginkan mobil dengan harga yang bersahabat dengan kantong.

Kedua, dari sudut persaingan bisnis: bahwa dengan semakin terbukanya pasar bebas (Free Trade Zone), menunjukkan bahwa Tata Motor sudah mampu menunjukkan eksistensinya sebagai pemain baru (new comer) yang bisa diperhitungkan.
2Ketiga, dari sudut normatif: inovasi yang dilakukan oleh Tata Motor sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan bisnis perusahaan komponen-komponen mobil. Pada dasarnya boleh dilakukan asal tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada jalurnya. Disini, Tata Motor mengedepankan untung hanya bagi perusaan saja tanpa bekerja sama dengan perusahaan penyedia komponen-komponen mobil.

Minggu, 09 November 2014

PELANGGARAN ETIKA BISNIS BATAVIA AIR

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan, menyatakan berdasarkan putusan Nomor 77 mengenai pailit,  PT Metro Batavia (Batavia Air) dinyatakan pailit. “Yang menarik dari persidangan ini, Batavia mengaku tidak bisa membayar utang,” ujarnya, seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 30 Januari 2013.

Ia menjelaskan, Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.

Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan. Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.

            Dari bukti-bukti yang diajukan ILFC sebagai pemohon, ditemukan bukti adanya utang oleh Batavia Air. Sehingga sesuai aturan normatif, pengadilan menjatuhkan putusan pailit. Ada beberapa pertimbangan pengadilan. Pertimbangan-pertimbangan itu adalah adanya bukti utang, tidak adanya pembayaran utang, serta adanya kreditur lain. Dari semua unsur tersebut, maka ketentuan pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan terpenuhi.

Jika menggunakan dalil “force majeur” untuk tidak membayar utang, Batavia Air harus bisa menyebutkan adanya syarat-syarat kondisi itu dalam perjanjian. Namun Batavia Air tidak dapat membuktikannya. Batavia Air pun diberi kesempatan untuk kasasi selama 8 hari. “Kalau tidak mengajukan, maka pailit tetap.”

Batavia Air pasrah dengan kondisi ini. Artinya, kata dia, Batavia Air sudah menghitung secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan.

Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh Indonesia, Kamis (31/1).

“Kepada Batavia Air kami minta besok mereka untuk standby di lapangan Bandara di seluruh Indonesia? Untuk memberi penjelasan dan menangani penumpang-penumpang itu. Jadi kami minta mereka untuk stay di sana,” ujar Herry saat mengelar jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu malam (30/1).

Herry mengatakan pemberitahuan ini sudah disampaikan kepada Batavia Air. “Kami sudah kirim informasi ini ke bandara-bandara yang ada untuk melakukan antisipasi besok di bandara (31/1),” imbuh Herry.

Menurut Herry, meskipun pangsa pasar Batavia Air tidak banyak tapi menurut siaga di bandara itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi kebingungan pelanggan serta meminimalisir tudingan-tudingan bahwa pihak Batavia tidak bertanggung jawab.
Analisis :
·         Siapa yang melakukan:

Pihak PT METRO BATAVIA (Batavia Air)

·         Jenis Pelanggaran :

Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan. Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.

·         Bagaimana :

Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.

·         Dampak/ Akibat :

Batavia Air sudah menghitung secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan, dan calon penumpang (Pembeli tiket) Batavia Air menjadi terlantar pada hari hari berikutnya.

·         Tindakan Pemerintah :

Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh Indonesia.

·         Kesimpulan :

Pendapat saya pribadi ketika melihat pelanggaran berikut ini adalah Kurangnya pertimbangan dari pihak manajemen Batavia Air untuk mengambil suatu keputusan, apakah yang di sebutkan sebagai pengambilan keputusan sebagai strategi pemenang tender dalam proyek Haji tersebut sudah Pihak Batavia Air sudah mampu bersaing dengan Perusahaan perusahaan Penerbangan lain yang ikut persaing Tender Pemerintah. Jika Tidak mampu menangani proyek pemerintah tersebut tentunya akan menjadi Bomerang bagi pihak manajemen yang sudah mengorbankan asetnya dan terikat janji untuk memenangkan Tender tersebut.

·         Undang undang yang dilanggar :

Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan

1. Pasal 4, hak konsumen adalah :

Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”
Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”

2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :

Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”

3. Pasal 8

Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memper
dagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”

4. Pasal 19

Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal   transaksi”
·         Sumber:
Link Referensi : http://news.loveindonesia.com/en/news/detail/150322/pailit-batavia-air-diminta-siaga-di-seluruh-bandara
 http://www.tempo.co/read/news/2013/01/30/090458040/p-Ini-Penyebab-Batavia-Air-Dinyatakan-Pailit

Senin, 13 Oktober 2014

Review Jurnal Keterkaitan Etika Bisnis

1.     Contoh kasus hak pekerja

Ketua Yayasan LBH Cianjur, O Suhendra mengatakan, upaya pendampingan dan advokasi dilakukan lantaran selama ini para buruh buta masalah hukum. Jumlah buruh asal Kabupaten Cianjur yang sempat diperiksa tim penyidik Polresta Tangerang untuk dimintai keterangan sebagai saksi korban, Sabtu (11/5/2013), lebih kurang berjumlah 30 orang.

"Mereka (buruh) hanya dimintai keterangan sebagai saksi korban. Dari 30 orang buruh, empat orang di antaranya masih anak-anak di bawah umur dengan rata-rata usia 18 tahun," kata Aap, sapaan akrab O Suhendra saat dihubungi INILAH, Minggu (12/5/2013).

Aap berharap agar pengusaha yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka bisa dijerat pasal berlapis. Dalihnya, pengusaha sudah melakukan pelanggaran pasal 378 KUHP tentang penipuan, pasal 351 tentang penganiayaan, dan pasal 333 tentang penyekapan.

"Termasuk juga pelanggaran Undang Undang Perlindungan Anak dan Undang Undang Perdagangan Manusia (Trafficking). Kami juga mengharapkan agar hak-hak buruh (korban) maupun perdatanya bisa dipenuhi. Jika tidak dipenuhi, kami pun akan melakukan gugatan hukum," tegasnya.

Sebelumnya, Sabtu (11/5/2013), tim penyidik Mapolresta Tangerang, memintai keterangan puluhan korban perbudakan disertai penyekapan dan penyiksaan buruh pabrik panci di Tangerang asal Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung. Pemeriksaan dilakukan di kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cianjur di Jalan Kompleks SMPN1.

Pemeriksaan didampingi tim dari Kontras sebanyak 3 orang, P2TP2A Kabupaten Cianjur sebanyak 3 orang, Persatuan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) sebanyak 15 orang, dan LBH Cianjur sebanyak 2 orang. Satu per satu, buruh yang menjadi korban perbudakan dimintai keterangannya oleh tim penyidik Polresta Tangerang.

Ketua Bidang Pelayanan Umum P2TP2A Kabupaten Cianjur, Lidya Umar Indayani mengatakan, jumlah keseluruhan buruh korban perbudakan sebanyak 33 orang, termasuk 3 korban dari Kabupaten Bandung. Sebanyak 8 orang di antara buruh itu di bawah umur.

"Korban yang di-BAP itu termasuk juga yang dulu sempat kabur dari 3 kecamatan sebanyak 9 orang," kata Lidya di kantor P2TP2A Kabupaten Cianjur, Sabtu (11/5/2013)

Komentar:

Dari kasus di atas, Hal ini diakibatkan oleh lemahnya sistem pengawasan ketenagakerjaan. Ini terjadi karena tidak seimbangnya jumlah pengawas Dinas Tenaga Kerja terhadap pekerja. Mungkin yang harus di tingkatkan lagi adalah kejujuran. Jujur dalam bertindak, jujur dalam pengawasan. Menurut hemat saya, pengawas harus lebih jujur dan tidak tembang pilih dalam menjalankan tugas.

Referensi:
http://www.inilahkoran.com/read/detail/1988235/lbh-cianjur-siap-gugat-bos-pabrik-panci-tangerang
 
 
2.   Contoh kasus etika pasar bebas
CONTOH KASUS EKSPOR
Kasus Dugaan Dumping Terhadap Ekspor Produk Kertas Indonesia ke Korea
Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO kasus antara Korea dan Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia melakukan dumping woodfree copy paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar. Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7 November 2003. dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian. Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.
Karenanya, Indonesia harus melakukan yang terbaik untuk menghadapi kasus dumping ini, kasus ini bermual ketika industri kertas Korea mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara lain yang tergolong dalam uncoated paper and paperboard used for writing dan printing or other grafic purpose produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commision (KTC) pada tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal mencapai kesepakatan.
Karenanya, Indonesia meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel dan setelah melalui proses-proses pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan dan menyetujui gugatan Indonesia terhadap pelanggaran terhadap penentuan agreement on antidumping WTO dalam mengenakan tindakan antidumping terhadap produk kertas Indonesia. Panel DSB menilai Korea telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktek dumping produk kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan kesalahan dalam menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian akibat praktek dumping dari produk kertas Indonesia.

Penyelesaian Kasus
Dalam kasus ini, dengan melibatkan beberapa subyek hukum internasional secara jelas menggambarkan bahwa kasus ini berada dalam cakupan internasional yakni dua negara di Asia dan merupakan anggota badan internasional WTO mengingat keduanya merupakan negara yang berdaulat. Dan kasus dumping yang terjadi menjadi unsur ekonomi yang terbungkus dalam hubungan dagang internasional kedua Negara dengan melibatkan unsur aktor-aktor non negara yang berasal dari dalam negeri masing-masing negara yaitu perusahaan-perusahaan yang disubsidi oleh pemerintah untuk memproduksi produk ekspor. Dumping merupakan suatu tindakan menjual produk-produk impor dengan harga yang lebih murah dari harga dan ini merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan WTO. Indonesia meminta bantuan DSB WTO dan melalui panel meminta agar kebijakan anti dumping yang dilakukan korea ditinjau kembali karena tidak konsisten dengan beberapa point artikel kesepakatan seperti artikel 6.8 yang paling banyak diabaikandan artikel lainnya dan Indonesia juga meminta Panel terkait dengan artikel 19.1 dari Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU) untuk meminta Korea bertindak sesuai dengan kesepakatan GATT dan membatalkan kebijakan anti dumping impor kertas yang dikeluarkan oleh mentri keuangan dan ekonominya pada tanggal 7 november 2003.
Yang menjadi aspek legal disini adalah adanya pelanggaran terhadap artikel kesepakatan WTO khususnya dalam kesepakatan perdagangan dan penentuan tariff seperti yang tercakup dalam GATT dan dengan adanya keterlibatan DSB WTO yang merupakan suatu badan peradilan bagi permasalahan-permasalahan di bidang perdagangan. Ini menegaskan bahwa masalah ini adalah masalah yang berada di cakupan Internasional, bersifat legal dan bergerak dalam bidang ekonomi. Sifat legal atau hukumnya terlihat juga dengan adanya tindakan Retaliasi oleh pemerintah Indonesia karena Korea dinilai telah bertindak ‘curang’ dengan tidak melaksanakan keputusan Panel Sementara DSB sebelumnya atas kasus dumping kertas tersebut yang memenangkan Indonesia dimana retaliasi diijinkan dalam WTO. Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan mengatakan dalam putusan Panel DSB pada November 2005 menyatakan Korsel harus melakukan rekalkulasi atau menghitung ulang margin dumping untuk produk kertas asal Indonesia. Untuk itu, Korsel diberikan waktu untuk melaksanakan paling lama delapan bulan setelah keluarnya putusan atau berakhir pada Juli 2006. Panel DSB menilai Korsel telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktik dumping kertas dari Indonesia. Pengenaan tuduhan dumping kertas melanggar ketentuan antidumping WTO. Korea harus menghitung ulang margin dumping sesuai dengan hasil panel maka ekspor kertas Indonesia ke Korsel kurang dari dua persen atau deminimis sehingga tidak bisa dikenakan bea masuk antidumping.
Panel Permanen merupakan panel tertinggi di WTO jika putusan Panel Permanen juga tidak ditaati oleh Korsel, Indonesia dapat melakukan retaliasi, yaitu upaya pembalasan atas kerugian yang diderita. Dalam retaliasi, Indonesia dapat mengenakan bea masuk atas produk tertentu dari Korsel dengan nilai kerugian yang sama selama pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Korean Trade Commision yang merupakan otoritas dumping Korsel mengenakan BMAD 2,8-8,22 persen terhadap empat perusahaan kertas, seperti yang telah disebutkan diatas yaitu PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, PT Pindo Deli Pulp & Paper Mills, PT Indah Kiat Pulp & Paper, dan PT April Fine sejak 7 November 2003. Dalam membuat tuduhan dumping, KTC menetapkan margin dumping kertas dari Indonesia mencapai 47,7 persen. Produk kertas yang dikenakan BMAD adalah plain paper copier dan undercoated wood free printing paper dengan nomor HS 4802.20.000; 4802.55; 4802.56; 4802.57; dan 4809.4816.
Dalam kasus ini, Indonesia telah melakukan upaya pendekatan sesuai prosedur terhadap Korsel. Pada 26 Oktober 2006 Indonesia juga mengirim surat pengajuan konsultasi. Selanjutnya, konsultasi dilakukan pada 15 November 2006 namun gagal. Korea masih belum melaksanakan rekalkulasi dan dalam pertemuan Korea mengulur-ulur waktu. Tindakan Korsel tersebut sangat merugikan industri kertas Indonesia. Ekspor kertas ke Korsel anjlok hingga 50 persen dari US$ 120 juta. Kerugian tersebut akan berkepanjangan sebab Panel juga menyita waktu cukup lama, paling cepat tiga bulan dan paling lama enam bulan.
Kasus dumping Korea-Indonesia pada akhirnya dimenangkan oleh Indonesia. Namun untuk menghadapi kasus-kasus dumping yang belum terselesaikan sekarang maka indonesia perlu melakukkan antisipasi dengan pembuatan Undang-Undang (UU) Anti Dumping untuk melindungi industri dalam negeri dari kerugian akibat melonjaknya barang impor. Selain itu, diperlukan penetapkan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dalam rangka proses investigasi praktek dumping (ekspor dengan harga lebih murah dari harga di dalam negeri) yang diajukan industri dalam negeri. selama ini, Indonesia belum pernah menerapkan BMADS dalam proses penyelidikan dumping apapun padahal negara lain telah menerapkannya pada tuduhan dumping yang sedang diproses termasuk kepada Indonesia. Padahal hal ini sangat diperlukan seperti dalam rangka penyelidikan, negara yang mengajukan petisi boleh mengenakan BMADS sesuai perhitungan injury (kerugian) sementara. Jika negara eksportir terbukti melakukan dumping, maka dapat dikenakan sanksi berupa BMAD sesuai hasil penyelidikan. Karenannya, pemerintah harus mengefektifkan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang merupakan institusi yang bertugas melaksanakan penyelidikan, pengumpulan bukti, penelitian dan pengolahan bukti dan informasi mengenai barang impor dumping, barang impor bersubsidi dan lonjakan impor.
http://septiiyanekogogo.blogspot.com/2013/07/kekuatan-sosial-dan-budaya-dalam_1.html
 
 
3. Contoh Etika Perlindungan Konsumen
Perjalanan obat nyamuk bermula pada tahun 1996, diproduksi oleh PT Megasari Makmur yang terletak di daerah Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. PT Megasari Makmur juga memproduksi banyak produk seperti tisu basah, dan berbagai jenis pengharum ruangan. Obat nyamuk HIT juga mengenalkan dirinya sebagai obat nyamuk yang murah dan lebih tangguh untuk kelasnya. Selain di Indonesia HIT juga mengekspor produknya ke luar Indonesia.

Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.

HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.

ANALISIS :
Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi, siapakah yang bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu?
Pandangan tradisional berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan bebas apa yang diperlukan perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab.
Lain halnya pendapat para kritikus pada pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak bersama-sama, tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai tindakan kelompok, dan konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan tindakan individu, yang mengharuskan kelompok bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
Kaum tradisional membantah bahwa, meskipun kita kadang membebankan tindakan kepada kelompok perusahaan, fakta legal tersebut tidak mengubah realitas moral dibalik semua tindakan perusahaan itu. Individu manapun yang bergabung secara sukarela dan bebas dalam tindakan bersama dengan orang lain, yang bermaksud menghasilkan tindakan perusahaan, secara moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu.
Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan sengaja dan dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, juru tulis, atau tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan dan ketidakmampuan yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya akan menghilangkan tanggung jawab moral orang itu.
Kita mengetahui bahwa Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Dari kasus diatas terlihat bahwa perusahaan melakukan pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran perusahaan besarpun berani untuk mmengambil tindakan kecurangan untuk menekan biaya produksi produk. Mereka hanya untuk mendapatkan laba yang besar dan ongkos produksi yang minimal. Mengenyampingkan aspek kesehatan konsumen dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam produknya . dalam kasus HIT sengaja menambahkan zat diklorvos untuk membunuh serangga padahal bila dilihat dari segi kesehatan manusia, zat tersebut bila dihisap oleh saluran pernafasan dapat menimbulkan kanker hati dan lambung.
Dan walaupun perusahaan sudah meminta maaf dan juga mengganti barang dengan memproduksi barang baru yang tidak mengandung zat berbahaya tapi seharusnya perusahaan jugamemikirkan efek buruk apa saja yang akan konsumen rasakan bila dalam penggunaan jangka panjang. Sebagai produsen memberikan kualitas produk yang baik dan aman bagi kesehatan konsumen selain memberikan harga yang murah yang dapat bersaing dengan produk sejenis lainnya.

Penyelesaian Masalah yang dilakukan PT.Megasari Makmur dan Tindakan Pemerintah
Pihak produsen (PT. Megasari Makmur) menyanggupi untuk menarik semua produk HIT yang telah dipasarkan dan mengajukan izin baru untuk memproduksi produk HIT Aerosol Baru dengan formula yang telah disempurnakan, bebas dari bahan kimia berbahaya. HIT Aerosol Baru telah lolos uji dan mendapatkan izin dari Pemerintah. Pada tanggal 08 September 2006 Departemen Pertanian dengan menyatakan produk HIT Aerosol Baru dapat diproduksi dan digunakan untuk rumah tangga (N0. RI. 2543/9-2006/S).Sementara itu pada tanggal 22 September 2006 Departemen Kesehatan juga mengeluarkan izin yang menyetujui pendistribusiannya dan penjualannya di seluruh Indonesia.
http://cevyhidayat06.blogspot.com/2013/10/perusahaan-yang-melanggar-etika-bisnis.html

Kamis, 12 Juni 2014

Ringkasan Artikel

Perhatian para keluarga wisudawan dan puluhan wartawan langsung tersita pada Raeni, Selasa (10/6). Pasalnya, wisudawan dari Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini berangkat ke lokasi wisuda dengan kendaraan yang tidak biasa. Penerima beasiswa Bidikmisi ini diantar oleh ayahnya, Mugiyono, menggunakan becak.


Pekerjaan itu dilakoni Mugiyono setelah ia berhenti sebagai karyawan di pabrik kayu lapis. Meski dari keluarga kurang mampu, Raeni berkali-kali membuktikan keunggulan dan prestasinya. Penerima beasiswa Bidikmisi ini beberapa kali memperoleh indeks prestasi 4. Sempurna. Prestasi itu dipertahankan hingga ia lulus sehingga ia ditetapkan sebagai wisudawan terbaik dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,96.

ektor Prof. Dr. Fathur Rokhman MHum mengatakan, apa yang dilakukan Raeni membuktikan tidak ada halangan bagi anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa berkuliah dan berprestasi.

Ia bahkan yakin, dalam waktu tak lama lagi akan terjadi kebangkitan kaum dhuafa. “Anak-anak dari keluarga miskin akan segera tampil menjadi kaum terpelajar baru. Mereka akan tampil sebagai eksekutif, intelektual, pengusaha, bahkan pemimpin republik ini,” katanya.

Harapan itu terasa realistis karena jumlah penerima Bidikmisi lebih dari 50.000 per tahun. Unnes sendiri menyalurkan setidaknya 1.850 Bidikmisi setiap tahun.

Menentukan Kerangka Tulisan Dari Sebuah Artikel

Raeni Diantar Ayahnya Dengan Becak Saat Menghadiri Wisuda

Perhatian para keluarga wisudawan dan puluhan wartawan langsung tersita pada Raeni, Selasa (10/6). Pasalnya, wisudawan dari Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini berangkat ke lokasi wisuda dengan kendaraan yang tidak biasa. Penerima beasiswa Bidikmisi ini diantar oleh ayahnya, Mugiyono, menggunakan becak.

Mengapa becak? Ayahanda Raeni memang bekerja sebagai tukang becak yang saban hari mangkal tak jauh dari rumahnya di Kelurahan Langenharjo, Kendal.


Pekerjaan itu dilakoni Mugiyono setelah ia berhenti sebagai karyawan di pabrik kayu lapis. Sebagai tukang becak, diakuinya, penghasilnnya tak menentu. Sekitar Rp10 ribu – Rp 50 ribu. Karena itu, ia juga bekerja sebagai penjaga malam sebuah sekolah dengan gaji Rp450 ribu per bulan.

Meski dari keluarga kurang mampu, Raeni berkali-kali membuktikan keunggulan dan prestasinya. Penerima beasiswa Bidikmisi ini beberapa kali memperoleh indeks prestasi 4. Sempurna. Prestasi itu dipertahankan hingga ia lulus sehingga ia ditetapkan sebagai wisudawan terbaik dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,96. Dia juga menunjukkan tekad baja agar bisa menikmati masa depan yang lebih baik dan membahagiakan keluarganya.

“Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Pengen-nya melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi,” kata gadis yang bercita-cita menjadi guru tersebut.

Tentu saja cita-cita itu didukung ayahandanya. Ia mendukung putri bungsunya itu untuk berkuliah agar bisa menjadi guru sesuai cita-citanya.


“Sebagai orang tua hanya bisa mendukung. Saya rela mengajukan pensiun dini dari perusahaan kayu lapis agar mendapatkan pesangon,” kata pria yang mulai menggenjot becak sejak 2010 itu.

Rektor Prof. Dr. Fathur Rokhman MHum mengatakan, apa yang dilakukan Raeni membuktikan tidak ada halangan bagi anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa berkuliah dan berprestasi.

“Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya. Sampai saat ini Unnes menyediakan 26 persen dari jumlah kursi yang dimilikinya untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Kami sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni,” katanya.

Ia bahkan yakin, dalam waktu tak lama lagi akan terjadi kebangkitan kaum dhuafa. “Anak-anak dari keluarga miskin akan segera tampil menjadi kaum terpelajar baru. Mereka akan tampil sebagai eksekutif, intelektual, pengusaha, bahkan pemimpin republik ini,” katanya.

Harapan itu terasa realistis karena jumlah penerima Bidikmisi lebih dari 50.000 per tahun. Unnes sendiri menyalurkan setidaknya 1.850 Bidikmisi setiap tahun.


Sumber: Unnes

Kerangka Tulisan:

1.1  Raeni, Penerima beasiswa diantar oleh ayahnya (Mugiono) menggunakan becak
1.2 Pekerjaan itu dilakoni Mugiyono setelah ia berhenti sebagai karyawan di pabrik kayu lapis.
1.3 Penerima beasiswa Bidikmisi (Raeni) ini beberapa kali memperoleh indeks prestasi 4.
1.4 Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya.
1.5 Unnes sendiri menyalurkan setidaknya 1.850 Bidikmisi setiap tahun.