A. Latar Belakang
Dalam perkembangan perekonomian sekarang
ini, pelaku kejahatan tidak hanya dilakukan oleh manusia sebagai subyek
hukum, tapi juga dilakukan oleh korporasi. Didalam perkembangan
korporasi tidak sekedar sebagai subyek hukum perdata, namun telah
bergeser menjadi subyek hukum pidana. Pemikiran mengenai kejahatan
korporasi menimbulkan pro dan kontra dikalangan ahli hukum. Dalam pidana
ada doktrin yang berkembang yaitu doktrin universitas delinquere non
potest (korporasi tidak mungkin melakukan tidak pidana). Pemikiran ini
dipengaruhi, bahwa keberadaan korporasi didalam hukum pidana hanyalah
fiksi hukum tidak mempunyai mind, sehingga tidak mempunyai suatu nilai
moral yang disyaratkan untuk dapat dipersalahkan secara pidana (unsure
kesalahan).
Bentuk dan modus operansi kejahatan ekonomi dan
kejahatan dibidang perekonomian terus berkembang, misalnya saja dari
modus perorangan beralih kepada modus kejahatan korporasi. Kejahatan
korporasi merupakan istilah dan pengertian baru dalam system hukum
pidana, memang tidak ada istilah baku dan tetap dari makna kejahatan
korporasi ini. Dalam arti gramatikal kejahatan korporasi merupakan
pelanggaran atau tidak pidana yang dilakukan oleh korporasi yang
tentunya berkaitan dengan keperdataan, artinya hubungan yang menimbulkan
tidak pidana itu adalah perbuatan perdata. Lebih luas lagi dikatakan
bahwa kejahatan yang dilakukan oleh korporasi merupakan bagian dari
white collar crime.
B. Kejahatan Ekonomi Sebagai White Collar Crime
Istilah
WCC ini pertama kali dikemukakan oleh seorang kriminolog Amerika
Serikat yang bernama Edwin Hardin Sutherland (1883-1950) di awal dekade
1940-an yang dikemukakan dalam suatu pidato tanggal 27 Desember 1939
pada The American Sociological Society di Philadelphia. Kemudian
Sutherland menerbitkan buku yang berjudul White Collar Crime pada Tahun
1949. Sutherland merumuskan WCC sebagai kejahatan yang dilakukan oleh
orang-orang yang memiliki kedudukan sosial yang tinggi dan terhormat
dalam pekerjaannya (crime committed by persons of respectability ang
high social status in the course of their occupation).
Istilah
WCC memiliki pesan moral dan politik yang nampak dari dua elemen yaitu
status pelaku (status of the offender) dan kedua, kejahatan tersebut
berkaitan dengan karakter pekerjaan atau jabatan tertentu (the
occupation of character of the offence). Dua elemen inilah yang
membedakannya dari Blue Collar Crime. Dalam bukunya yang berjudul White
Collar Crime Sutherland menjelaskan bahwa istilah WCC ini terutama
digunakan untuk menunjuk kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh para
pengusaha dan pejabat-pejabat eksekutif yang merugikan kepentingan umum.
Ada beberapa pengelompokan WCC di antaranya adalah sebagai
berikut : pertama, WCC yang bersifat individual, berskala kecil dan
modus operandi yang sederhana. Sebagai contoh di Indonesia adalah dalam
kasus BLBI, di mana dana yang seharusnya diperuntukan bagi bank miliknya
yang sedang kesulitan likuiditas justru untuk kepentingan pribadi.
Kedua,.WCC yang bersifat individual, berskala besar dengan modus
operandi yang kompleks. WCC seperti ini biasanya memakai pola yang
sistematis dengan perencanaan dan pelaksanaan yang bisa memakan waktu
yang cukup lama. Ini bisa dalam bentuk berbagai kolusi dengan ahli-ahli
tertentu atau dengan orang dalam perusahaan tertentu. Ketiga,WCC yang
melibatkan korporasi. Pelaku WCC adakalanya bukan individu tetapi sebuah
korporasi sehingga kita mengenal istilah kejahatan korporasi (corporate
crime).
Kejahatan Korporasi (tindak pidana ekonomi ataupun
tindak pidana dibidang perekonomian) merupakan bagian dari white collar
crime. Para pelakunya memiliki:
· Keahlian dibidang tertentu
· Professional pada bidang pekerjaannya
· Berstatus social yang dihormati
· Berpendidikan tinggi dan,
· Dalam melakukan aksinya tidak dengan menggunakan kekerasan
Perkembangan
white collar crime di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan dimana
banyak kasus yang diduga sebagai tidak pidana korupsi tidak dapat
dilakukan penyidikannya oleh Jaksa, Polri ataupun KPK dengan hasil yang
memuaskan/tuntas. Hal ini terjadi karena tidak adanya bentuk modus
operansi yang tetap dari tidak pidana tersebut, juga karena seringnya
penyidik mengalami hambatan dalam menembus rumitnya birokrasi.
Pengalaman penyidik dalam menangani kasus-kasus semacam ini mencari
berkurang yang menyebabkan pendangkalan penalaran secara praktis (hanya
tertarik dan terpaku kepada kejahatan konvensional saja). Pada saat ini
bentuk white collar crime di Indonesia sebagai bagian dari kejahatan
dimensi baru yang tidak hanyak korupsi, tetapi sudah berkembang kesegala
penjuru arah. Faktor penyebab utama atau pendorong terjadinya kejahatan
ini adalah:
· Sikap manusia yang negative
· Adanya celah-celah kelemahan dalam perUUan dan administrasi negara/perusahaan
· Keadaan hukum yang belum mampu menjangkau secara sempurna terhadap jenis kriminalitas ini.
·
Untuk mengupayakan aparat penegak hukum polri dalam menangani
kasus kejahatan kerah putih, yakni diperlukan subsistem kepolisian dari
criminal justice system memiliki suatu equality arms yang merupakan
cerminan dari persyaratan adanya penegakan hukum dan perlindungan hak
asasi manusia (HAM)
Kejahatan ekonomi merupakan:
· Kejahatan yang dilakukan tanpa kekerasan (nonviolent)
· Disertai dengan kecurangan (deceit)
· Penyesatan (misprecentation)
· Penyembunyian kenyataan (concealment of facts)
· Manipulasi
· Pelanggaran kepercayaan (breach of trust)
· Akal-akalan (subterfuge) ayau pengelakan terhadap peraturan (illegal circumstances).
C. Contoh Kasus Kejahatan Korporasi
Kasus Mobil Ford PINTO
Ford Pinto adalah mobil yang diproduksi oleh perusahaan Ford. Desainer
Ford Pinto menempatkan tangki bahan bakar di bagian belakang mobil, di
bagian belakang poros. Hal ini dilakukan untuk menciptakan ruang bagasi
yang lebih besar. Desain ini sangat berbahaya, jika mobil ditabrak dari
belakang bisa menyebabkan ledakan yang disebabkan tangki bahan bakar.
Tempat tangki bahan bakar bisa dilihat pada Gambar Desain Ford Pinto.
Gambar Desain Ford Pinto
Pada
tanggal 10 Agustus 1978, sebuah Ford Pinto ditabrak dari belakang di
jalan raya Indiana. Hantaman tabrakan itu menyebabkan tangki bahan bakar
Pinto pecah, meledak dan terbakar. Hal ini mengakibatkan kematian tiga
remaja putri yang berada di dalam mobil itu. Kejadian ini bukan pertama
kalinya Pint terbakar akibat tabrakan dari belakang. Dalam tujuh tahun
sejak peluncuran Pinto, sudah ada 50 tuntutan hukum yang berhubungan
dengan tabrakan dari belakang. Meskupun demikian, kali ini Ford dituntut
di pengadilan criminal akibat penumpangnya tewas. Untuk kasus ini,
desainer dan pihak Ford secara keseluruhan tidak memikirkan dampak
berbahaya yang bisa terjadi. Desain dari mobil Ford Pinto tidak
memikirkan aspek keamanan dan keselamatan nyawa pengemudi dan
penumpangnya.
Dilema yang dihadapi para desainer yang
mengerjakan Pinto adalah menyeimbangkan keselamatan orang yang
mengendarai mobil dan kebutuhan untuk memproduksi Pinto dengan harga
yang dapat bersaing di pasar. Mereka harus berusaha menyeimbangkan tugas
mereka kepada public dan tugas mereka kepada atasan. Akhirnya usaha
Ford untuk menghemat beberapa dolar dalam biaya manufaktur mengakibatkan
pengeluaran jutaan dolar untuk membela diri dari tuntutan hukum dan
membayar ganti rugi korban. Tentu saja ada juga kerugian akibat
hilangnya penjualan akibat publisitas buruk dan persepsi publik bahwa
Ford tidak merancang produknya untuk keamanan pengendara.Semua menjadi
dilemma. Karena sangat sulit kalau sebuah institusi lebih mengutamakan
laba perusahaan daripada nyawa manusia.
Pada awalnya desain
yang berbahaya ini telah diketahui oleh perusahaan Ford sebelum mobil
Ford Pinto dipasarkan, namun Ford lebih memilih untuk membayar biaya
ganti rugi kematian daripada mendesain ulang tangki bahan bakar, karena
dirasa akan membutuhkan biaya yang lebih besar untuk mendesain ulang
tangki bahan bakar.
Etika Bisnis
Etika bisnis berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan
dalam kebijakan, institusi, dan pelaku bisnis. Etika bisnis merupakan
studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam
sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi
dan mendistribusikan barang dan jasa, serta diterapkan kepada
orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Analisis Kasus Ford Pinto
Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukkan bahwa etika
konsistem dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan. Jika
perusahaan Ford memperhatikan keselamatan pengendara dalam produksi
Ford Pinto, perusahaan Ford tidak akan mengeluarkan biaya tambahan untuk
memberikan ganti rugi pada korban kecelakaan. Dalam pengerjaan teknis
perancangan dan pembuatan sebuah mobil Ford Pinto, terjadi juga
pelanggaran kode etik seorang insinyur/engineer yaitu
… membuat
keputusan yang konsistem terhadap keselamatan, kesehatan, dan
kesejahteraan public, serta menghindari sekaligus menyungkap
faktor-faktor yang membahayakan public dan lingkungan.
Sebagai
seorang wirausaha hendaknya menerapkan etika saat berusaha. Dalam
bidang otomotif ada etika engineering dan etika bisnis yang mengikat dan
harus ditaati. Kejayaan suatu perusahaan besar dituntut dari hal-hal
seperti kepercayaan, nama baik perusahaan, produk yang berkualitas, dan
tentunya ketahanan terhadap persaingan dengan kompetitor. Dalam kasus
Ford Pinto, keputusan bisnis yang dibuat untuk memenangkan persaingan
dengan kompetitor telah mengabaikan kepercayaan, nama baik perusahaan,
kualitas produk dengan mengabaikan etika-etika dasar yang harusnya
ditaati.
Kasus Ford Pinto tidak akan terjadi jika kebijakan
bisnis untuk mendapatkan laba yang lebih besar dengan mengorbankan
keamanan tidak diambil oleh Ford. Kepercayaan konsumen terhadap sebuah
produk bisnis sangatlah penting, karena menjadi poin dasar dalam
penentuan pemasaran produk dan keberlangsungan sebuah perusahaan. Ford
akhirnya menarik ulang Pinto dan membayar denda tapi lolos dari kasus
tuduhan Kriminal. Tidak ada seorang manajer Ford pun yang masuk penjara
dalam kasus ini.
Daftar Pustaka
http://www.scribd.com/doc/98305062/Iman-Tugas
http://otomotif-10.blogspot.com/2011/10/kasus-ford-pinto.html
http://salimtidore.blogspot.com/2013/05/kejahatan-korporasi.html
http://books.google.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar