Sabtu, 29 November 2014

Contoh Kasus Kejahatan Korporasi

A. Latar Belakang

Dalam perkembangan perekonomian sekarang ini, pelaku kejahatan tidak hanya dilakukan oleh manusia sebagai subyek hukum, tapi juga dilakukan oleh korporasi. Didalam perkembangan korporasi tidak sekedar sebagai subyek hukum perdata, namun telah bergeser menjadi subyek hukum pidana. Pemikiran mengenai kejahatan korporasi menimbulkan pro dan kontra dikalangan ahli hukum. Dalam pidana ada doktrin yang berkembang yaitu doktrin universitas delinquere non potest (korporasi tidak mungkin melakukan tidak pidana). Pemikiran ini dipengaruhi, bahwa keberadaan korporasi didalam hukum pidana hanyalah fiksi hukum tidak mempunyai mind, sehingga tidak mempunyai suatu nilai moral yang disyaratkan untuk dapat dipersalahkan secara pidana (unsure kesalahan).

Bentuk dan modus operansi kejahatan ekonomi dan kejahatan dibidang perekonomian terus berkembang, misalnya saja dari modus perorangan beralih kepada modus kejahatan korporasi. Kejahatan korporasi merupakan istilah dan pengertian baru dalam system hukum pidana, memang tidak ada istilah baku dan tetap dari makna kejahatan korporasi ini. Dalam arti gramatikal kejahatan korporasi merupakan pelanggaran atau tidak pidana yang dilakukan oleh korporasi yang tentunya berkaitan dengan keperdataan, artinya hubungan yang menimbulkan tidak pidana itu adalah perbuatan perdata. Lebih luas lagi dikatakan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh korporasi merupakan bagian dari white collar crime.

B. Kejahatan Ekonomi Sebagai White Collar Crime

Istilah WCC ini pertama kali dikemukakan oleh seorang kriminolog Amerika Serikat yang bernama Edwin Hardin Sutherland (1883-1950) di awal dekade 1940-an yang dikemukakan dalam suatu pidato tanggal 27 Desember 1939 pada The American Sociological Society di Philadelphia. Kemudian Sutherland menerbitkan buku yang berjudul White Collar Crime pada Tahun 1949. Sutherland merumuskan WCC sebagai kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan sosial yang tinggi dan terhormat dalam pekerjaannya (crime committed by persons of respectability ang high social status in the course of their occupation).

Istilah WCC memiliki pesan moral dan politik yang nampak dari dua elemen yaitu status pelaku (status of the offender) dan kedua, kejahatan tersebut berkaitan dengan karakter pekerjaan atau jabatan tertentu (the occupation of character of the offence). Dua elemen inilah yang membedakannya dari Blue Collar Crime. Dalam bukunya yang berjudul White Collar Crime Sutherland menjelaskan bahwa istilah WCC ini terutama digunakan untuk menunjuk kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh para pengusaha dan pejabat-pejabat eksekutif yang merugikan kepentingan umum.

Ada beberapa pengelompokan WCC di antaranya adalah sebagai berikut : pertama, WCC yang bersifat individual, berskala kecil dan modus operandi yang sederhana. Sebagai contoh di Indonesia adalah dalam kasus BLBI, di mana dana yang seharusnya diperuntukan bagi bank miliknya yang sedang kesulitan likuiditas justru untuk kepentingan pribadi. Kedua,.WCC yang bersifat individual, berskala besar dengan modus operandi yang kompleks. WCC seperti ini biasanya memakai pola yang sistematis dengan perencanaan dan pelaksanaan yang bisa memakan waktu yang cukup lama. Ini bisa dalam bentuk berbagai kolusi dengan ahli-ahli tertentu atau dengan orang dalam perusahaan tertentu. Ketiga,WCC yang melibatkan korporasi. Pelaku WCC adakalanya bukan individu tetapi sebuah korporasi sehingga kita mengenal istilah kejahatan korporasi (corporate crime).

Kejahatan Korporasi (tindak pidana ekonomi ataupun tindak pidana dibidang perekonomian) merupakan bagian dari white collar crime. Para pelakunya memiliki:

· Keahlian dibidang tertentu

· Professional pada bidang pekerjaannya

· Berstatus social yang dihormati

· Berpendidikan tinggi dan,

· Dalam melakukan aksinya tidak dengan menggunakan kekerasan

Perkembangan white collar crime di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan dimana banyak kasus yang diduga sebagai tidak pidana korupsi tidak dapat dilakukan penyidikannya oleh Jaksa, Polri ataupun KPK dengan hasil yang memuaskan/tuntas. Hal ini terjadi karena tidak adanya bentuk modus operansi yang tetap dari tidak pidana tersebut, juga karena seringnya penyidik mengalami hambatan dalam menembus rumitnya birokrasi. Pengalaman penyidik dalam menangani kasus-kasus semacam ini mencari berkurang yang menyebabkan pendangkalan penalaran secara praktis (hanya tertarik dan terpaku kepada kejahatan konvensional saja). Pada saat ini bentuk white collar crime di Indonesia sebagai bagian dari kejahatan dimensi baru yang tidak hanyak korupsi, tetapi sudah berkembang kesegala penjuru arah. Faktor penyebab utama atau pendorong terjadinya kejahatan ini adalah:

· Sikap manusia yang negative

· Adanya celah-celah kelemahan dalam perUUan dan administrasi negara/perusahaan

· Keadaan hukum yang belum mampu menjangkau secara sempurna terhadap jenis kriminalitas ini.

· Untuk mengupayakan aparat penegak hukum polri dalam menangani kasus kejahatan kerah putih, yakni diperlukan subsistem kepolisian dari criminal justice system memiliki suatu equality arms yang merupakan cerminan dari persyaratan adanya penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia (HAM)

Kejahatan ekonomi merupakan:

· Kejahatan yang dilakukan tanpa kekerasan (nonviolent)

· Disertai dengan kecurangan (deceit)

· Penyesatan (misprecentation)

· Penyembunyian kenyataan (concealment of facts)

· Manipulasi

· Pelanggaran kepercayaan (breach of trust)

· Akal-akalan (subterfuge) ayau pengelakan terhadap peraturan (illegal circumstances).


C. Contoh Kasus Kejahatan Korporasi

Kasus Mobil Ford PINTO
Ford Pinto adalah mobil yang diproduksi oleh perusahaan Ford. Desainer Ford Pinto menempatkan tangki bahan bakar di bagian belakang mobil, di bagian belakang poros. Hal ini dilakukan untuk menciptakan ruang bagasi yang lebih besar. Desain ini sangat berbahaya, jika mobil ditabrak dari belakang bisa menyebabkan ledakan yang disebabkan tangki bahan bakar. Tempat tangki bahan bakar bisa dilihat pada Gambar Desain Ford Pinto.







Gambar Desain Ford Pinto

Pada tanggal 10 Agustus 1978, sebuah Ford Pinto ditabrak dari belakang di jalan raya Indiana. Hantaman tabrakan itu menyebabkan tangki bahan bakar Pinto pecah, meledak dan terbakar. Hal ini mengakibatkan kematian tiga remaja putri yang berada di dalam mobil itu. Kejadian ini bukan pertama kalinya Pint terbakar akibat tabrakan dari belakang. Dalam tujuh tahun sejak peluncuran Pinto, sudah ada 50 tuntutan hukum yang berhubungan dengan tabrakan dari belakang. Meskupun demikian, kali ini Ford dituntut di pengadilan criminal akibat penumpangnya tewas. Untuk kasus ini, desainer dan pihak Ford secara keseluruhan tidak memikirkan dampak berbahaya yang bisa terjadi. Desain dari mobil Ford Pinto tidak memikirkan aspek keamanan dan keselamatan nyawa pengemudi dan penumpangnya.

Dilema yang dihadapi para desainer yang mengerjakan Pinto adalah menyeimbangkan keselamatan orang yang mengendarai mobil dan kebutuhan untuk memproduksi Pinto dengan harga yang dapat bersaing di pasar. Mereka harus berusaha menyeimbangkan tugas mereka kepada public dan tugas mereka kepada atasan. Akhirnya usaha Ford untuk menghemat beberapa dolar dalam biaya manufaktur mengakibatkan pengeluaran jutaan dolar untuk membela diri dari tuntutan hukum dan membayar ganti rugi korban. Tentu saja ada juga kerugian akibat hilangnya penjualan akibat publisitas buruk dan persepsi publik bahwa Ford tidak merancang produknya untuk keamanan pengendara.Semua menjadi dilemma. Karena sangat sulit kalau sebuah institusi lebih mengutamakan laba perusahaan daripada nyawa manusia.

Pada awalnya desain yang berbahaya ini telah diketahui oleh perusahaan Ford sebelum mobil Ford Pinto dipasarkan, namun Ford lebih memilih untuk membayar biaya ganti rugi kematian daripada mendesain ulang tangki bahan bakar, karena dirasa akan membutuhkan biaya yang lebih besar untuk mendesain ulang tangki bahan bakar.

Etika Bisnis
Etika bisnis berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan pelaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, serta diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.

Analisis Kasus Ford Pinto
Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukkan bahwa etika konsistem dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan. Jika perusahaan Ford memperhatikan keselamatan pengendara dalam produksi Ford Pinto, perusahaan Ford tidak akan mengeluarkan biaya tambahan untuk memberikan ganti rugi pada korban kecelakaan. Dalam pengerjaan teknis perancangan dan pembuatan sebuah mobil Ford Pinto, terjadi juga pelanggaran kode etik seorang insinyur/engineer yaitu

… membuat keputusan yang konsistem terhadap keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan public, serta menghindari sekaligus menyungkap faktor-faktor yang membahayakan public dan lingkungan.

Sebagai seorang wirausaha hendaknya menerapkan etika saat berusaha. Dalam bidang otomotif ada etika engineering dan etika bisnis yang mengikat dan harus ditaati. Kejayaan suatu perusahaan besar dituntut dari hal-hal seperti kepercayaan, nama baik perusahaan, produk yang berkualitas, dan tentunya ketahanan terhadap persaingan dengan kompetitor. Dalam kasus Ford Pinto, keputusan bisnis yang dibuat untuk memenangkan persaingan dengan kompetitor telah mengabaikan kepercayaan, nama baik perusahaan, kualitas produk dengan mengabaikan etika-etika dasar yang harusnya ditaati.

Kasus Ford Pinto tidak akan terjadi jika kebijakan bisnis untuk mendapatkan laba yang lebih besar dengan mengorbankan keamanan tidak diambil oleh Ford. Kepercayaan konsumen terhadap sebuah produk bisnis sangatlah penting, karena menjadi poin dasar dalam penentuan pemasaran produk dan keberlangsungan sebuah perusahaan. Ford akhirnya menarik ulang Pinto dan membayar denda tapi lolos dari kasus tuduhan Kriminal. Tidak ada seorang manajer Ford pun yang masuk penjara dalam kasus ini.

Daftar Pustaka

http://www.scribd.com/doc/98305062/Iman-Tugas

http://otomotif-10.blogspot.com/2011/10/kasus-ford-pinto.html

http://salimtidore.blogspot.com/2013/05/kejahatan-korporasi.html

http://books.google.co.id/

Senin, 24 November 2014

Pelanggaran Etika Tata


Pelanggaran Etika Bisnis
 
Etika dalam berbisnis, saat ini harus segera mendapat perhatian serius, seiring dengan munculnya masalah pelanggaran etika dalam bisnis menyebabkan dunia perdagangan agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik, terlebih jati diri kita sebagai orang timur.
Etika dan tanggung jawab sosial harus dimiliki di dalam sebuah bisnis yang baik serta harus memiliki sesuai dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro. Dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara, bahkan tindakan yang identik dengan kriminalpun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan.

Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.

Bisnis pun sebagai bagian dalam masyarakat tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan tersebut membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnis, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.

Etika (dari bahasa Yunani “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.

Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggungjawab. Kata ‘etika’ berasal dari kata Yunani ethos yang mengandung arti yang cukup luas yaitu, tempat yang biasa ditinggali, kandang, padang rumput, kebiasaan, adab, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir.

Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.


Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing.Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.

Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.

Kita dapat belajar dari kasus Tata Nano, salah satu mobil termurah di dunia keluaran Tata Motor, produsen otomotif yang bermarkas di India. Pasar sasaran yang dibidik adalah konsumen menengah ke bawah serta orang-orang yang membeli mobil untuk pertama kalinya. Tata Nano adalah wujud dari impian Ratan Tata, Chairman Tata Group, akan hadirnya mobil rakyat yang terjangkau dan ramah lingkungan.
Guna mengurangi biaya, dilakukanlah penyesuaian terhadap fitur-fitur yang lazim terdapat pada mobil-mobil konvensional.

Apa yang sudah dikeluarkan oleh Tata Motor merupakan salah satu alternatif kendaraan murah di Indonesia.
Namun, ada beberapa faktor di dalam produksi Tata Motor sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan bagi sebagai perusahaan komponen mobil lainnya di Indonesia.
Mungkin bagi perusahaan besar seperti Toyota, Mitsubihi, Honda dan Suzuki bisa melakukan inovasi lain untuk melakukan penetrasi terhadap produk keluaran Tata Motor, tetapi tidak bisa serta merta dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang mensuplai komponen-komponen dalam pembuatan mobil.
Seperti perusahaan Rem, Roda dan Ban, Setir, Suspensi, Perlengkapan Interior (misalnya AC, Kaca, dll).





Bagi Tata Motor sebaiknya memperbaiki etika dalam berbisnis, harus bisa melakukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan komponen mobil yang ada di Indonesia.
Sehingga lebih banyak lagi bentuk kerjasama yang lebih bermanfaat dengan banyak perusahaan penyedia komponen-komponen tersebut.


Pelanggan pastilah akan membanding-bandingkan produk keluaran baru dengan produk sejenis yang sudah beredar sebelumnya, apalagi dengan membandingkan harga mobil Tata Motor, dengan varian yang baru Tata Nano dengan harga yang jauh lebih murah daripada mobil-mobil yang sudah beredar Indonesia.
Guna mengatasi hal ini, diferensiasi menjadi kunci, baik dalam hal harga, kualitas, fitur-fitur fungsional dan tambahan, desain, promosi, periklanan, layanan, dan ketersediaan (seperti lokasi dan waktu). Dengan melakukan diferensiasi, sang wirausahawan mengubah atau memodifikasi produk yang lebih dulu ada untuk disesuaikan dengan kebutuhan pasar sasaran, misalnya dengan menambahkan fitur-fitur tertentu guna memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pelanggan serta membedakannya dari produk sejenis yang telah ada sebelumnya.
Yang baru kita pelajari pada kasus Tata Motor, masalah yang terjadi dikarenakan kurangnya kontrol dari pemerintah terhadap persaingan usaha yang sehat. Terutama bagi perusahaan ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merk), mengapa perusahaan seperti Tata Motor mampu menghadirkan mobil dengan harga jauh lebih murah?.
Semua dikembalikan kepada pemerintah sebagai pengatur regulasi bisnis di Indonesia. Dengan tetap memperhatikan persaingan yang sehat di semua bisnis.


Saran
Pertama, dari sudut pandang kepuasan pelanggan, etika bisnis yang dilakukan oleh Tata Motor merupakan alternatif yang bagus dan sangat membantu ekonomi masyarakat Indonesia yang menginginkan mobil dengan harga yang bersahabat dengan kantong.

Kedua, dari sudut persaingan bisnis: bahwa dengan semakin terbukanya pasar bebas (Free Trade Zone), menunjukkan bahwa Tata Motor sudah mampu menunjukkan eksistensinya sebagai pemain baru (new comer) yang bisa diperhitungkan.
2Ketiga, dari sudut normatif: inovasi yang dilakukan oleh Tata Motor sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan bisnis perusahaan komponen-komponen mobil. Pada dasarnya boleh dilakukan asal tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada jalurnya. Disini, Tata Motor mengedepankan untung hanya bagi perusaan saja tanpa bekerja sama dengan perusahaan penyedia komponen-komponen mobil.

Minggu, 09 November 2014

PELANGGARAN ETIKA BISNIS BATAVIA AIR

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan, menyatakan berdasarkan putusan Nomor 77 mengenai pailit,  PT Metro Batavia (Batavia Air) dinyatakan pailit. “Yang menarik dari persidangan ini, Batavia mengaku tidak bisa membayar utang,” ujarnya, seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 30 Januari 2013.

Ia menjelaskan, Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.

Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan. Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.

            Dari bukti-bukti yang diajukan ILFC sebagai pemohon, ditemukan bukti adanya utang oleh Batavia Air. Sehingga sesuai aturan normatif, pengadilan menjatuhkan putusan pailit. Ada beberapa pertimbangan pengadilan. Pertimbangan-pertimbangan itu adalah adanya bukti utang, tidak adanya pembayaran utang, serta adanya kreditur lain. Dari semua unsur tersebut, maka ketentuan pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan terpenuhi.

Jika menggunakan dalil “force majeur” untuk tidak membayar utang, Batavia Air harus bisa menyebutkan adanya syarat-syarat kondisi itu dalam perjanjian. Namun Batavia Air tidak dapat membuktikannya. Batavia Air pun diberi kesempatan untuk kasasi selama 8 hari. “Kalau tidak mengajukan, maka pailit tetap.”

Batavia Air pasrah dengan kondisi ini. Artinya, kata dia, Batavia Air sudah menghitung secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan.

Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh Indonesia, Kamis (31/1).

“Kepada Batavia Air kami minta besok mereka untuk standby di lapangan Bandara di seluruh Indonesia? Untuk memberi penjelasan dan menangani penumpang-penumpang itu. Jadi kami minta mereka untuk stay di sana,” ujar Herry saat mengelar jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu malam (30/1).

Herry mengatakan pemberitahuan ini sudah disampaikan kepada Batavia Air. “Kami sudah kirim informasi ini ke bandara-bandara yang ada untuk melakukan antisipasi besok di bandara (31/1),” imbuh Herry.

Menurut Herry, meskipun pangsa pasar Batavia Air tidak banyak tapi menurut siaga di bandara itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi kebingungan pelanggan serta meminimalisir tudingan-tudingan bahwa pihak Batavia tidak bertanggung jawab.
Analisis :
·         Siapa yang melakukan:

Pihak PT METRO BATAVIA (Batavia Air)

·         Jenis Pelanggaran :

Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan. Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.

·         Bagaimana :

Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.

·         Dampak/ Akibat :

Batavia Air sudah menghitung secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan, dan calon penumpang (Pembeli tiket) Batavia Air menjadi terlantar pada hari hari berikutnya.

·         Tindakan Pemerintah :

Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh Indonesia.

·         Kesimpulan :

Pendapat saya pribadi ketika melihat pelanggaran berikut ini adalah Kurangnya pertimbangan dari pihak manajemen Batavia Air untuk mengambil suatu keputusan, apakah yang di sebutkan sebagai pengambilan keputusan sebagai strategi pemenang tender dalam proyek Haji tersebut sudah Pihak Batavia Air sudah mampu bersaing dengan Perusahaan perusahaan Penerbangan lain yang ikut persaing Tender Pemerintah. Jika Tidak mampu menangani proyek pemerintah tersebut tentunya akan menjadi Bomerang bagi pihak manajemen yang sudah mengorbankan asetnya dan terikat janji untuk memenangkan Tender tersebut.

·         Undang undang yang dilanggar :

Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan

1. Pasal 4, hak konsumen adalah :

Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”
Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”

2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :

Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”

3. Pasal 8

Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memper
dagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”

4. Pasal 19

Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal   transaksi”
·         Sumber:
Link Referensi : http://news.loveindonesia.com/en/news/detail/150322/pailit-batavia-air-diminta-siaga-di-seluruh-bandara
 http://www.tempo.co/read/news/2013/01/30/090458040/p-Ini-Penyebab-Batavia-Air-Dinyatakan-Pailit